Catatan perjalanan Miskan, staf Humas YPMAK
Program Kampung adalah program YPMAK dimana salahsatu tujuannya adalah untuk pemberdayaan masyarakat di kampung sasaran program. Melalui Program Kampung masyarakat diharapkan dapat mencintai kampung, mandiri dan memiliki tambahan pendapatan.
Dimulai sejak tahun 2021, Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) pengelola Dana Kemitraan PT Freeport Indonesia mengucurkan dana Rp 40 Miliar pertahun dengan rincian Rp 20 Miliar untuk kampung-kampung di dataran tinggi dan Rp 20 Miliar untuk kampung-kampung di dataran rendah (pesisir) Mimika.
Program Kampung dikelola langsung oleh masyarakat dimana mekanismenya adalah masyarakat memilih pengurus kelompok kerja (pokja) dan masa kerja pokja hanya satu tahun. Dalam proses pemilihan pengurus kelompok kerja, YPMAK tidak turut campur atau menentukan siapa saja yang akan menjadi pengurus pokja.
Pengurus pokja terdiri dari lima unsur yaitu : perwakilan pemerintah kampung, perwakilan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan.
Dengan masa kerja yang hanya satu tahun, YPMAK setiap awal tahun melakukan perjalanan ke kampung-kampung di dataran tinggi dan pesisir untuk melakukan pembentukan dan penandatanganan perjanjian kerjasama pengelolaan Program Kampung.
Perjalanan kali pembentukan Pokja Program Kampung Pesisir, tim tengah malam atau pukul 11.00 WIT, 24 April 2024, bergerak dari Timika menuju Pelabuhan Paumako, perjalanan darat ditempuh kurang lebih 60 menit.
Tim ini terdiri dari : Kepala Divisi Program YPMAK, Fransiskus Wanmang, Staf Program Ekonomi, Irma Siep, Febri Sianipar, Julius Tsenawatme dan Dwi Iksan serta Staf Humas, Miskan, dua orang jurnalis Marsel, Tribun Papua dan Aji dari Seputar Papua.
Setiba di pelabuhan, kami menunggu air naik hingga pukul 5.00 pagi. Perjalanan kali ini akan membentuk 14 Pokja yang tersebar di Distrik Mimika Barat Jauh dan Distrik Mimika Barat Tengah.
Kami bergerak membelah lautan menggunakan satu buah speedboat dan dua buah longboat yang membawa bahan kontak berupa sembako menuju Kampung Potowayburu.
Dari Paumako ke Kampung Potowayburu ditempuh selama 5 jam menggunakan speedboat berkekuatan mesin tempel 200 PK tiga buah. Sepanjang jalan laut teduh dan cuaca cerah, sesekali kami merasakan menerjang gelombang. Kami bekerja sambil menikmati indahnya alam Papua, birunya laut disisi kiri dan hijaunya hutan bakau tampak dari kejauhan di sisi kanan, fajar menyingsing, birunya langit hingga burung camar beterbangan.
Untuk dapat menjangkau kampung-kampung di wilayah barat pesisir Mimika tidak setiap saat bisa dilakukan. Kita harus menyesuaikan dengan keadaan cuaca, ada masa dimana laut teduh, bergelombang dan berombak.
Kesalahan dalam menentukan waktu perjalanan tentunya akan berdampak pada keselamatan dalam perjalanan. Laut yang bergelora akan sangat berisiko saat hendak masuk muara atau saat perahu akan berlabuh di pesisir pantai.
Tidak semua kampung di wilayah barat pesisir Mimika berada di tepi pantai, ada yang untuk menjangkau kampung kita harus masuk muara dan kemudian menyusuri sungai menuju kampung. Ada pula kampung yang berada di pesisir pantai.
Beberapa kampung yang ada di pesisir pantai diantaranya yaitu Kampung Potowaiburu, Umar Arerau, Yapakopa dan Kampung Aindua. Untuk menjangkau kampung tersebut, perahu/speedboat dapat berlabuh di pinggir pantai atau masuk muara lalu menyusuri sungai.
Jika berlabuh di pinggir pantai maka diperlukan perahu kecil atau berjalan kaki dengan air setinggi perut orang dewasa untuk dapat mencapai daratan. Berlabuh di pinggir pantai hanya dapat dilakukan pada saat laut teduh.
Dengan berbagai risiko yang akan terjadi dan keadaan yang tidak dapat ditebak, kami tetap melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam pemberdayaan masyarakat melalui Program Kampung YPMAK.
Perjalanan selama tujuh hari itu dilakukan secara marathon dan menjangkau 14 kampung. Untuk mencapai target, ada kala tim di bagi dua. Satu perahu ke kampung yang satu dan yang satu ke kampung lainnya, sementara speedboat besar langsung menuju kampung lainnya sebagai titik kumpul dan kemudian menginap disitu.
Kampung-kampung yang kami layani yaitu : Kampung Potowayburu, Yapakopa, Aindua, Tapormai, Umar Arareu, Pronggo, Kipia, Mapar, Akar, Wumuka, dan Kapiraya. Sementara Kampung Uta dan Mupuruka tidak dilakukan pembentukan pokja oleh karena ada duka.
Demikian pula Kampung Wakia tidak sempat terlayani karena terlambatnya truck menjemput, karena jarak antara Kapiraya dan Wakia kurang lebih 18 Kilometer.
Alasan lain tidak dilanjutkannya perjalanan ke Wakia, karena sehari sebelumnya salahsatu perahu mengalami insiden di Muara Mapar.
Adanya insiden itu, beberapa teman termasuk saya mengalami sedikit trauma dan rasa cemas saat hendak masuk muara atau mengarungi lautan, selain itu kesehatan juga sudah mulai menurun.
Kami bersyukur semua dalam keadaan selamat saat insiden di Muara Mapar dan dapat kembali bertemu keluarga serta melanjutkan aktifitas sehari-hari. (*)