Para guru, pembina dan siswa sekolah berpola asrama Taruna Papua di Kelurahan Wonosari Jaya Kabupaten Timika hingga saat ini tidak diperbolehkan keluar dari kompleks sekolah dan asrama semenjak wabah pandemi COVID-19 melanda wilayah itu pada akhir Maret.

Direktur Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) Vebian Magal di Timika Kamis mengatakan kebijakan isolasi sekolah dan asrama Taruna Papua dilakukan semata-mata untuk menghindari penularan wabah COVID-19 ke kompleks persekolahan yang seluruhnya menampung siswa asli Papua asal Suku Amungme, Kamoro dan beberapa suku Papua lainnya.

“Sejak awal kasus COVID-19 masuk ke Timika, kami memang melakukan karantina wilayah khusus di kompleks sekolah dan asrama Taruna Papua. Guru, siswa, pembina asrama, tukang masak dan karyawan lain tidak boleh keluar dari kompleks itu karena situasi di Timika sekarang ini sudah terjadi transmisi lokal,” kata Vebian.

Saat ini terdapat 712 siswa mulai tingkat SD hingga SMP yang bersekolah di Sekolah Asrama Taruna Papua. Sementara jumlah seluruh karyawan (termasuk guru, pembina asrama) yang mengelola sekolah tersebut sebanyak 154 orang.
Sekolah dan Asrama Taruna Papua dibangun oleh YPMAK (sebelumnya bernama LPMAK), lembaga yang mengelola dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia untuk pemberdayaan masyarakat lokal Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan lain di Kabupaten Mimika.

Saat ini pengelolaan Sekolah dan Asrama Taruna Papua dipercayakan kepada Lembaga Pendidikan Lokon yang berpusat di Tomohon, Sulawesi Utara.

Vebian mengatakan dengan adanya kebijakan karantina atau isolasi wilayah di kompleks Sekolah dan Asrama Taruna Papua SP4 Timika itu, hingga saat ini kondisi kesehatan guru, pembina asrama dan para siswa masih tetap prima.

“Mereka tidak diperbolehkan keluar dari lingkungan sekolah. Pada saat liburan seperti sekarang ini anak-anak juga tidak diperbolehkan pulang kembali ke rumah orang tua mereka baik yang ada di Timika maupun yang ada di kampung-kampung pedalaman. Mereka tidak diperbolehkan kontak dengan orang luar, semua wajib tinggal di dalam asrama dan sekolah,” jelasnya.

Adapun guru-guru dan pembina asrama diberikan pilihan.

Jika tidak menghendaki untuk tinggal di sekolah dan asrama atau memilih tinggal di luar kompleks sekolah, maka mereka tidak diperkenankan untuk bertemu dengan para siswa dan rekan-rekan guru yang lain.

“Kalau mereka tidak mau tinggal di dalam atau memilih tetap tinggal di luar, silahkan saja, tapi mereka tidak boleh masuk ke sekolah untuk sementara waktu. Gaji mereka tetap dibayarkan (gaji pokok), tetapi tunjangan yang lain-lain mereka tidak terima,” kata Vebian.
Hingga saat ini, katanya, ribuan peserta program beasiswa YPMAK yang berada di berbagai kota studi di luar Mimika terus dipantau kondisi kesehatannya dan belum ada laporan ada yang terpapar COVID-19.

Pekan lalu salah seorang peserta beasiswa YPMAK meninggal dunia di Semarang lantaran terserang penyakit lain bukan kasus COVID-19.

“Sampai sekarang anak-anak itu sehat-sehat saja. Sejak awal kami tegaskan bahwa biaya asrama, kontrakan rumah dan lain-lain tetap ditanggung penuh oleh YPMAK sekalipun sekarang ini mereka bersekolah atau kuliah secara online. Kami tetap berkoordinasi dengan lembaga mitra untuk memantau dan mengawasi anak-anak peserta program beasiswa di berbagai kota studi,” ujar Vebian. (Evarianus Supar/ANTARA)